Keunikan Batik Madura yang tidak ditemukan di daerah lain adalah
batik gentongan. Disebut batik gentongan karena proses pembuatannya yang
menggunakan gentong sebagai alat untuk merendam kain. Teknik gentong
hanya dilakukan untuk satu jenis warna saja, yaitu indigo. Teknik
Gentong untuk pewarna batik hanya terdapat di dua tempat yang terletak
di kecamatan Tanjung Bumi, kabupaten Bangkalan. Tidak diketahui secara
pasti kapan dimulainya teknik ini di Madura. Biasanya gentong diwariskan
secara turun-temurun. Hasil celupan indigo yang dilakukan pada gentong
hasilnya utuh, awet, dan memiliki kepekatan merata.
Perendaman kain batik pada pewarna di dalam gentong dilakukan dalam waktu yang lama. Gentong yang sudah diberi air dan pewarna disimpan dalam ruangan tertutup. Ruangan harus benar-benar kedap cahaya. Pengrajin batik akan mencelup-celupkan kain di dalam air rendaman selama 24 jam. Ia harus mengulang proses tersebut keesokan harinya. Begitu seterusnya selama 6 bulan. Bahkan, ada yang melakukan proses ini selama setahun nonstop. Itu sebabnya, warna batik gentongan tahan sangat lama, bahkan hingga puluhan tahun.
Harganya? Jangan ditanya. Setelah melalui proses yang rumit dan memakan waktu lama, wajar saja kalau kain batik gentongan berharga jutaan rupiah. Batik gentongan berharga antara 2,5 juta hingga 5 juta rupiah bahkan lebih.
Batik gentongan memiliki ciri khas warna yang berani (colour full), pengerjaan yang halus, batik gentongan makin lama warnanya makin cemerlang meski kainnya telah rapuh dan memiliki aroma rempah-rempah karena perendaman. Motif-motifnya beragam, namun tidak dapat diketahui secara pasti apakah yang menjadi motif klasik batik gentongan. Seperti yang kebanyakan, motif kembang randu, burung hong, sik melaya, ola-ola dan banyak lagi.
Pada zaman dahulu, membatik menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan untuk batik gentongan bisa mencapai satu tahun proses hanya untuk sepotong batik. Hal ini karena motif yang sangat rumit dan detail. Luar biasa..... :). Dahulu batik menjadi pekerjaan perempuan di daerah itu untuk mengisi waktu luang menunggu suami mereka yang bekerja sebagai pelaut pergi ke daerah yang jauh, seperti ke pulau Kalimantan dan Sulawesi. Bagi perempuan Tanjungbumi, menunggu kedatangan suami merupakan saat-saat paling panjang dan menegangkan. Mereka selalu gelisah apakah suaminya bisa pulang kembali dengan selamat dan bisa membawa uang untuk menghidupi rumah tangganya. Untuk mengurangi rasa gelisah tersebut, akhirnya mereka mulai belajar membatik. Namun, hingga kini belum ada yang dapat memastikan kapan para istri itu mulai membatik. Selain itu masyarakat disana juga memiliki budaya, batik digunakan untuk simpanan. Yang diperlakukan sebagai emas atau tabungan. Atau disimpan untuk diserahkan kepada anak dan cucu, sebagai tanda kasih dan cinta ibu. Terutama bagi yang memiliki anak perawan, batik simpanan ini akan diberikan manakala mereka mulai berumah tangga. Batik menjadi salah satu sumber kekayaan dan kebanggaan mereka. Tak heran mereka melakukannya dengan sepenuh hati. Nilai ini semakin bergeser karena zaman, membatik bukan lagi sebagai tanda kasih dan cinta ibu, namun semata-mata untuk mencari uang. Nilai komersial ini menjadi salah satu sebab mengapa hasil penggarapan batik tidak lagi sebagus yang dahulu... sangat disayangkan yahhhh....L. Namun kegiatan yang dilakukan untuk membunuh waktu itu sekarang menjadi industri rakyat yang cukup besar.
Proses dalam pembuatan batik gentongan yaitu pertama melakukan proses perendaman kain mori menggunakan minyak nyamplong dan abu sisa pembakaran kayu dari tungku. Setelah itu baru kain diberi gambar motif (direngreng) pada kedua sisinya. Lalu diberi malam. Dan proses pewarnaan. Lamanya perendaman batik dalam gentong menentukan warna biru yang dikehendaki. Atau pewarnaan dengan warna lain yang direndam dengan warna tertentu lalu disikat hingga berulang-ulang agar didapat warna yang dikehendaki. Setelah didapatkan warna yang dikehendaki maka dilakukan proses lorotan yaitu melorotkan atau meluruhkan lilin atau malam dengan air mendidih. Baru kemudian dijemur dipanas matahari. Dari serangkaian panjang pembuatan batik di Tanjungbumi, pewarnaan menggunakan gentong merupakan proses paling penting dan sulit. Diperlukan ketekunan, ketelitian, serta keahlian meramu bahan-bahan pewarna alami atau soga alam. Warna merah bisa diambil dari kulit mengkudu, warna hijau dari kulit mundu dicampur tawas, biru dari daun tarum. Kepekaan warna dicapai dari lamanya waktu merendam. Kebanyakan batik Madura memilih warna terang, merah, kuning, hijau. Namun, batik gentongan memiliki warna yang beragam. Motif tarpoteh (latar belakang poteh/putih) misalnya, mencitrakan warna yang elegan, seperti hitam dan coklat pada motif-motifnya
Pewarnaan dengan gentongan memerlukan waktu panjang, yaitu minimal enam bulan untuk satu kain batik. Selama itu pula, seorang pembatik harus berulang kali mencelupkan kain batik ke dalam gentongan lalu mengangin-anginkan di pekarangan rumah.
Proses gentongan ini sarat dengan mitos. Masyarakat setempat percaya bahwa sebelum proses pewarnaan dilakukan, mereka harus membuat ritual kecil agar proses pewarnaan berhasil dilakukan. Proses pewarnaan gentongan harus dihentikan selama satu minggu bila ada warga desa yang meninggal. Dari mitos itu terlihat bagaimana hubungan sosial masyarakat Madura yang penuh dengan toleransi. Ketika ada tetangga yang meninggal, pembatik tidak egois menyelesaikan pekerjaannya meski diburu target pesanan. Mereka ikut serta membantu tetangga yang berdukacita.
Batik gentong hanya ada di Tanjungbumi, Madura, belum ditemukan dibuat di daerah lain. Ini dikarenakan air yang ada di pulau Madura. Air yang berkadar kapur tinggi sangat menguntungkan untuk proses pewarnaan. Warna menjadi lebih cemerlang. Sedangkan di daerah lain warnanya tidak dapat sebagus di Tanjungbumi.
Batik Tulis Gentongan Motif Kucing Renduh
Perendaman kain batik pada pewarna di dalam gentong dilakukan dalam waktu yang lama. Gentong yang sudah diberi air dan pewarna disimpan dalam ruangan tertutup. Ruangan harus benar-benar kedap cahaya. Pengrajin batik akan mencelup-celupkan kain di dalam air rendaman selama 24 jam. Ia harus mengulang proses tersebut keesokan harinya. Begitu seterusnya selama 6 bulan. Bahkan, ada yang melakukan proses ini selama setahun nonstop. Itu sebabnya, warna batik gentongan tahan sangat lama, bahkan hingga puluhan tahun.
Harganya? Jangan ditanya. Setelah melalui proses yang rumit dan memakan waktu lama, wajar saja kalau kain batik gentongan berharga jutaan rupiah. Batik gentongan berharga antara 2,5 juta hingga 5 juta rupiah bahkan lebih.
Batik gentongan memiliki ciri khas warna yang berani (colour full), pengerjaan yang halus, batik gentongan makin lama warnanya makin cemerlang meski kainnya telah rapuh dan memiliki aroma rempah-rempah karena perendaman. Motif-motifnya beragam, namun tidak dapat diketahui secara pasti apakah yang menjadi motif klasik batik gentongan. Seperti yang kebanyakan, motif kembang randu, burung hong, sik melaya, ola-ola dan banyak lagi.
Pada zaman dahulu, membatik menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan untuk batik gentongan bisa mencapai satu tahun proses hanya untuk sepotong batik. Hal ini karena motif yang sangat rumit dan detail. Luar biasa..... :). Dahulu batik menjadi pekerjaan perempuan di daerah itu untuk mengisi waktu luang menunggu suami mereka yang bekerja sebagai pelaut pergi ke daerah yang jauh, seperti ke pulau Kalimantan dan Sulawesi. Bagi perempuan Tanjungbumi, menunggu kedatangan suami merupakan saat-saat paling panjang dan menegangkan. Mereka selalu gelisah apakah suaminya bisa pulang kembali dengan selamat dan bisa membawa uang untuk menghidupi rumah tangganya. Untuk mengurangi rasa gelisah tersebut, akhirnya mereka mulai belajar membatik. Namun, hingga kini belum ada yang dapat memastikan kapan para istri itu mulai membatik. Selain itu masyarakat disana juga memiliki budaya, batik digunakan untuk simpanan. Yang diperlakukan sebagai emas atau tabungan. Atau disimpan untuk diserahkan kepada anak dan cucu, sebagai tanda kasih dan cinta ibu. Terutama bagi yang memiliki anak perawan, batik simpanan ini akan diberikan manakala mereka mulai berumah tangga. Batik menjadi salah satu sumber kekayaan dan kebanggaan mereka. Tak heran mereka melakukannya dengan sepenuh hati. Nilai ini semakin bergeser karena zaman, membatik bukan lagi sebagai tanda kasih dan cinta ibu, namun semata-mata untuk mencari uang. Nilai komersial ini menjadi salah satu sebab mengapa hasil penggarapan batik tidak lagi sebagus yang dahulu... sangat disayangkan yahhhh....L. Namun kegiatan yang dilakukan untuk membunuh waktu itu sekarang menjadi industri rakyat yang cukup besar.
Proses dalam pembuatan batik gentongan yaitu pertama melakukan proses perendaman kain mori menggunakan minyak nyamplong dan abu sisa pembakaran kayu dari tungku. Setelah itu baru kain diberi gambar motif (direngreng) pada kedua sisinya. Lalu diberi malam. Dan proses pewarnaan. Lamanya perendaman batik dalam gentong menentukan warna biru yang dikehendaki. Atau pewarnaan dengan warna lain yang direndam dengan warna tertentu lalu disikat hingga berulang-ulang agar didapat warna yang dikehendaki. Setelah didapatkan warna yang dikehendaki maka dilakukan proses lorotan yaitu melorotkan atau meluruhkan lilin atau malam dengan air mendidih. Baru kemudian dijemur dipanas matahari. Dari serangkaian panjang pembuatan batik di Tanjungbumi, pewarnaan menggunakan gentong merupakan proses paling penting dan sulit. Diperlukan ketekunan, ketelitian, serta keahlian meramu bahan-bahan pewarna alami atau soga alam. Warna merah bisa diambil dari kulit mengkudu, warna hijau dari kulit mundu dicampur tawas, biru dari daun tarum. Kepekaan warna dicapai dari lamanya waktu merendam. Kebanyakan batik Madura memilih warna terang, merah, kuning, hijau. Namun, batik gentongan memiliki warna yang beragam. Motif tarpoteh (latar belakang poteh/putih) misalnya, mencitrakan warna yang elegan, seperti hitam dan coklat pada motif-motifnya
Pewarnaan dengan gentongan memerlukan waktu panjang, yaitu minimal enam bulan untuk satu kain batik. Selama itu pula, seorang pembatik harus berulang kali mencelupkan kain batik ke dalam gentongan lalu mengangin-anginkan di pekarangan rumah.
Proses gentongan ini sarat dengan mitos. Masyarakat setempat percaya bahwa sebelum proses pewarnaan dilakukan, mereka harus membuat ritual kecil agar proses pewarnaan berhasil dilakukan. Proses pewarnaan gentongan harus dihentikan selama satu minggu bila ada warga desa yang meninggal. Dari mitos itu terlihat bagaimana hubungan sosial masyarakat Madura yang penuh dengan toleransi. Ketika ada tetangga yang meninggal, pembatik tidak egois menyelesaikan pekerjaannya meski diburu target pesanan. Mereka ikut serta membantu tetangga yang berdukacita.
Batik gentong hanya ada di Tanjungbumi, Madura, belum ditemukan dibuat di daerah lain. Ini dikarenakan air yang ada di pulau Madura. Air yang berkadar kapur tinggi sangat menguntungkan untuk proses pewarnaan. Warna menjadi lebih cemerlang. Sedangkan di daerah lain warnanya tidak dapat sebagus di Tanjungbumi.
Batik Tulis Gentongan Motif Kucing Renduh
No comments:
Post a Comment