BUDAYA MADURA


Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah utara Jawa Timur. Pulau Madura ini besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil dari pulau Bali), dengan penduduk sebanyak 4 juta jiwa. Madura dibagi menjadi 4 kabupaten, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Bangkalan berada di ujung paling barat pulau Madura dan saat ini telah dibangun jembatan terpanjang di Indonesia, jembatan Suramadu (Surabaya-Madura), merupakan salah satu kawasan perkembangan Surabaya, serta tercakup dalam Gerbangkertosusila. Dan uniknya Sumenep yang merupakan salah satu kabupaten di Madura selain terdiri dari wilayah daratan, terdiri pula dari kepulauan yang berjumlah 126 pulau.
Meski kebanyakan wilayah yang termasuk kawasan Madura adalah kepulauan, namun Madura tetap memiliki kebudayaan tersendiri. Budaya Madura berbeda dengan budaya Jawa. Kebudayaan Madura yang bersumber dari kraton, sedikit banyak terpengaruh oleh kebudayaan kraton Jawa. Baik dalam bidang seni, tari, macopat, bahasa, ataupun gending-gending gamelan. Namun hal ini bukan berarti Madura tidak memiliki akar budaya sendiri. Perbedaan yang cukup mencolok dapat terlihat dalam kehidupan keseharian, sifat orang Madura yang lebih egaliter dan terbuka, berbeda dengan sifat orang Jawa yang mempunyai sifat “ewuh pakewuh”. Dalam hal mencari rezeki pun, orang-orang Madura sejak masa lalu sudah berani merantau ke luar pulau. Hal ini terbukti dengan banyaknya orang Madura yang tersebar hampir di seluruh penjuru Negeri bahkan sampai-sampai di luar negeri pun ada.



CAROK

“Lokana daging bisa ejai’, lokana ate tada’ tambana kajabana ngenom’ dara” (Luka daging bisa dijahit, luka hati tidak ada obatnya kecuali minum darah).
Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata MADURA? Clurit! Carok! Anda tidak salah. Meski orang Madura memiliki banyak kualitas yang luar biasa, namun clurit dan carok adalah dua kata yang identik dengan kultur Madura. Kata Carok bahkan hanya dipakai untuk menggambarkan suatu peristiwa pertarungan khas Madura.
Apa artinya carok bagi orang Madura? Bagaimana pandangan orang Madura tentang carok, pelaku dan korbannya? Mengapa orang Madura melakukan carok? Bagaimana tatacara melakukan carok? Adalah pertanyaan yang coba dijawab oleh kami. Adalah sangat menarik untuk mengetahui kajian peristiwa kultural ’dari dalam’ kultur itu sendiri.
Dengan melakukan penelitian mendalam tentang beberapa kasus carok yang terjadi di Bangkalan Madura. Dalam mengupas mengapa carok terjadi di Madura. Dalam carok hanya dikenal siapa yang menang (se mennang) dan siapa yang kalah (se kala). Carok adalah cara untuk menegakkan harga diri (lelaki) Madura. Kebanyakan kasus carok berhubungan dengan peristiwa gangguan terhadap istri. Oleh sebab itu, orang Madura sangat menghargai pelaku carok. Bahkan kerabat biasanya mendukung upaya carok. Dengan menghargai carok, bukan berarti orang Madura suka akan semua jenis kekerasan. Pembunuhan yang tidak dilatar-belakangi dengan penistaan harga diri, tidak dianggap carok dan dikecam oleh orang Madura.
Kenapa carok menjadi budaya orang Madura? beberapa argumen mengatakan bahwasanya kondisi ekonomi yang sulit di Pulau Madura menyebabkan kekerasan melekat dalam kultur Madura. Keadaan tersebut memberi bukti bahwa model kampung orang Madura dan arsitektur rumah menunjukkan kewaspadaan orang Madura akan kekerasan. Pintu rumah orang Madura hanya satu dan berada di seblah selatan, karena orang Madura tidur dengan kepala selalu di utara. Dengan demikian, orang Madura tetap bisa mengawasi pintu rumah meski dalam keadaan tidur . Pola pemukiman taneyan lanjang menggambarkan bahwa orang Madura memberi proteksi kepada anak perempuan .
Carok ada di Madura juga disebabkan oleh feodalisme. Meminjam studi yang dilakukan oleh de Jonge, ALW menjelaskan bahwa pemerasan kaum feodal kepada rakyat menyebabkan kultur kekerasan merajalela. Pemerasan tersebut termasuk praktik nabang (menyuap). Hal lain yang dianggap berhubungan dengan adanya carok di Madura adalah agama, pendidikan dan sistim kekerabatan dan pertemanan, serta tradisi remo. Ada jenis remo khusus yang disebut remo carok. Remo carok adalah remo yang diadakan untuk mengumpulkan dana bagi keluarga yang ditinggal suami karena melaksanakan carok.
Ada tiga cara melakukan carok, yaitu: nyelep, ngonggai  dan cara berhadap-hadapan. Nyelep melakukan carok dengan cara menikam/membacok lawan dari belakang atau dari samping. Ngonggai adalah cara melakukan carok dengan mendatangi rumah lawan dan menantang untuk melakukan carok. Sedangkan carok dengan cara berhadap-hadapan adalah cara carok dimana kedua pihak saling berhadapan dan punya kesempatan yang sama untuk mengayunkan senjatanya. Cara nyelep adalah cara yang diagap tidak terpuji dan tidak jantan, namun tetap diakui sebagai cara melakukan carok. Cara carok berhadap-hadapan banyak dilakukan dahulu kala, dimana waktu, tempat dan jenis senjata telah disepakati sebelum carok dilaksanakan . Sayangnya, kini cara nyelep lebih banyak dilakukan.
Pelaksanaan carok biasanya dipersiapkan dengan matang. Persiapan siapa yang akan melaksanakan (sendiri atau bersama beberapa orang), persiapan diri si pelaku (seperti menyiapkan mental, kekebalan, dsb.), mencari tanggal baik untuk pelaksanaan, dan kesiapan keuangan untuk menanggung biaya hidup keluarga dan melakukan nabang (menyuap kepolisian/pengadilan) setelah carok dilaksanakan. Bahkan termasuk pelaksanaan remo pasca carok untuk mengumpulkan dana.
Oleh sebab itu,bagi generasi penerus bangsa indonesia madura khususnya atau generasi penerus harus betul-betul memahami hal-hal yang melanggar hukum dan adat istiadat supaya untuk kedepanya tidak ada lagi istilah CAROK di madura.....karena bangsa ini memiliki hukum yang berlaku atau hukum yang diakui oleh negara dan UUD 1945

No comments:

Post a Comment